Ketika Bang Toyib Tak Pulang-Pulang


Bang Toyib

Malang benar nasib seorang bang Toyib. Sudah tiga kali puasa, sudah tiga kali lebaran ia tak pulang-pulang, tanpa ada sepucuk surat pun yang datang untuk menjelaskan hal ihwal keberadaan dirinya.

Sampai kini rimbanya bang Toyib memang tidak jelas, apakah ia sudah almarhum atau masih hidup di negeri antah berantah. Ia dihujat tanpa bisa balas menggugat. Jelek benar nasib dan nama baik seorang bang Toyib, ia menjadi anekdot untuk orang yang tak pulang-pulang. Sampai-sampai Wali Band menulis lagu aku bukan bang Toyib, seolah-olah lagu ini sebagai pembelaan diri para pekerja keras yang tidak ingin nasibnya di persamakan dengan Bang Toyib. “Sudah tunggu saja diriku di rumah, jangan marah-marah, duduk yang manis ya, aku lagi sibuk sayang, aku lagi kerja sayang, untuk membeli beras dan sebongkah berlian. Sayang, aku bukanlah bang toyib yang tak pulang-pulang yang tak pasti kapan dia datang”.

Seolah-olah si bang Toyib ini memang benar-benar bukan lelaki yang bertanggung jawab, semacam lelaki kategori brengsek. Ah siapalah diri kita yang merasa berhak untuk memberi label pada bang Toyib? Apakah kita sudah sempurna untuk menghardik bang Toyib? Bukankah, bahkan mungkinkah bang Toyib bukan seperti apa yang selama ini kita kira?

Apakah pernahkah terpikir dalam benak kita bahwa bang Toyib tidak pulang-pulang karena ia diculik karena bang Toyib adalah seorang aktivitas yang vokal suaranya membawa perubahan untuk nasib “orang kecil” seperti dirinya dan keluarganya dan juga seperti diri kita yang kecil ini? Lantas kemudian bang Toyib ini dibui, atau bahkan dibunuh sehingga akhirnya tiga kali puasa, tiga kali lebaran ia tak pulang-pulang?

Atau mungkin saja bang Toyib adalah TKI yang berjuang mengais rejeki di negeri orang sebagai supir atau pembantu yang mendapatkan majikan yang tidak baik di luar negeri sana, kemudian ia di siksa, ataupun diperlakukan dengan tidak baik, gajinya tidak dibayar sehingga bahkan untuk mengirim surat saja tidak bisa?

Bisa jadi bang Toyib adalah seorang karyawan teladan yang sudah memberikan perjuangan yang maksimal pada perusahaan tempat ia bekerja namun tidak mendapatkan apresiasi yang maksimal dari perusahaannya lalu lantas karena ia malu kepada keluarganya yang telah berkorban tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang layak dari bang Toyib. Bang Toyib malu karena tidak bisa memberikan keluarganya rumah yang layak, kendaraan untuk dapat mengantarkan keluarganya kemana-mana. Padahal gaji bang Toyib adalah 2 M (bukan 2 miliar tapi “makasih mas” barangkali).

Ah sudahlah, bang Toyib dimana pun dirimu berada saat ini, mudah-mudahan nasib mu dibaikkan oleh Allah SWT, dan jika kau tak pulang-pulang mudah-mudahan kau lakukan untuk hal-hal yang baik. Jika kau masih ada, pulanglah bang Toyib.

Colek Saya di @RojiHasan dan Fakhrurroji Hasan

Leave a comment