Ketegasan Garuda Indonesia Terhadap Standar Operasi dan Etika Pejabat Publik


Garuda Indonesia

Beberapa waktu lalu kita sempat dihebohkan oleh pemberitaan di media massa, mengenai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar beserta rombongan VIPnya yang tertinggal penerbangan Garuda Indonesia pada tanggal 24 Februari 2016 pukul 08.00 WIB. Kejadian tersebut kembali menjadi contoh preseden buruk mengenai pejabat publik yang bersikap tanpa mendasar terhadap penerbangan umum.

Pertama, jadwal penerbangan adalah bagian kecil dalam mata rantai sistem aviasi dan penerbangan. Sebagai perusahaan penerbangan flag carrier dan anggota Sky Team Alliance, Garuda Indonesia pasti memiliki standar operasi yang sudah sangat teruji demi  kenyamanan, keamanan dan keselamatan para penumpang secara keseluruhan. Artinya standar operasi ini adalah bagian dari sistem penerbangan yang diterapkan oleh Garuda Indonesia demi kepentingan konsumennya. Meminta penundaan penerbangan demi kepentingan orang tertentu adalah gangguan bagi sistem yang digunakan untuk menunjang kenyamanan, keamanan dan keselamatan dari penumpang lain.

Dan karena penerbangan Garuda Indonesia, adalah penerbangan umum, maka mengistimewakan keterlambatan seseorang penumpang tertentu, dapat merusak citra perusahaan secara keseluruhan. Dalam hal ini langkah yang dilakukan oleh Garuda Indonesia sudah sangat baik dan patut diapresiasi. Mengenai keterlambatan penerbangan jam 10.00 sebagai jadwal penerbangan berikutnya, tentu adalah sebuah kesalahan dari Garuda Indonesia.

Menjadi menarik kemudian, ada komplain tambahan yang diajukan oleh Menteri Marwan Jafar yakni Garuda Indonesia mengalami kerugian kinerja keuangan dan meminta agar Menteri BUMN mencopot Direktur Utama. Kita bisa lihat kejadian ini dari 2 perspektif. Pertama memandang Menteri Marwan Jafar sebagai konsumen dan yang kedua, memandang Menteri Marwan Jafar sebagai pemegang saham Garuda Indonesia (dalam artian sebagai representatif Pemerintah Indonesia yang merupakan pemegang saham Garuda Indonesia).

Perspektif pertama sebagai konsumen, Menteri Marwan Jafar tidak berhak mengajukan keluhan atas keterlambatannya pada penerbangan pertama jam 08.00 WIB, karena penerbangan Garuda Indonesia adalah penerbangan umum. Kepentingan mayoritas orang banyaklah yang harus didahulukan. Keluhan baru berhak diajukan atas keterlambatan pada penerbangan berikutnya jam 10.00 dimana keterlambatan disebabkan oleh kesalahan Garuda Indonesia.

Perspektif kedua sebagai representatif dari Pemerintah Indonesia, Menteri Marwan Jafar pun tidak berhak membuat sebuah penerbangan ditunda. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai intervensi pemegang saham terhadap kegiatan operasional sebuah perusahaan. Lagipula yang berhak melakukan penilaian terhadap Garuda Indonesia adalah Kementerian BUMN, karena Garuda Indonesia adalah perusahaan milik negara dan Kementerian Perhubungan, karena Garuda Indonesia merupakan perusahaan transportasi. Meminta Kementerian BUMN untuk mencopot Direktur Utama Garuda Indonesia adalah sebuah permintaan yang tidak masuk akal. Jika sampai Kementerian BUMN melakukan hal tersebut, maka hal tersebut sangat tidak tepat dan penuh unsur benturan kepentingan.

Untuk itu, ada baiknya sebagai public figure dan seorang pejabat publik untuk senantiasa memperhatikan kepentingan masyarakat dan senantiasa menjadi teladan dengan bertindak dan berbicara sesuai ekspektasi masyarakat kepada seorang pejabat publik.

 

Colek Saya di @RojiHasan dan Fakhrurroji Hasan 

2 thoughts on “Ketegasan Garuda Indonesia Terhadap Standar Operasi dan Etika Pejabat Publik

Leave a comment