Third Party Endorsement Untuk Membentuk Opini Yang Kredibel


Third Party Endorsement

Salah satu fungsi utama dari tujuan Corporate Communication ataupun Public Relations adalah untuk membentuk opini publik atau persepsi yang beredar mengenai perusahaan di masyarakat. Hal ini sering dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan atau program komunikasi perusahaan, kebanyakan salah satunya adalah dengan menggunakan media. Namun seringkali pesan yang dibangun untuk kemudian disampaikan kepada khalayak seringkali dinilai diragukan kredibilitasnya. Tentu saja, hal ini terjadi karena asumsi dasar bahwa setiap corporate communication akan menyampaikan hal-hal yang baik mengenai perusahaannya saja.

Dalam upaya membangun pesan agar baik kredibilitasnya, kita dapat mempergunakan pihak ketiga untuk dapat mendukung pesan yang kita sampaikan, atau yang lazimnya dari praktik komunikasi dikenal dengan istilah third party endorsement. Pihak ketiga disini tentu saja adalah orang-orang yang berada diluar perusahaan yang dianggap ahli dalam suatu bidang yang mana penjelasan atau pesan yang disampaikan oleh pihak ketiga tersebut dapat menguatkan pesan komunikasi yang ingin kita sampaikan.

Sebagai contoh, perusahaan kosmetik misalnya dapat menggunakan pakar kecantikan atau dokter kulit untuk memberikan pernyataan yang mendukung pesan komunikasi yang ingin disampaikan. Atau bagi industri perbankan dalam meluncurkan produk Tabungan Berencana dapat menggunakan pakar keuangan atau perencana keuangan untuk memberikan pendapatnya mengenai produk yang akan diluncurkan.

Pesan yang disampaikan oleh third party endorsement dapat disampaikan dalam berbagai kesempatan atau program komunikasi seperti misalnya dalam event seperti pameran, eksebisi, forum diskusi, talkshow, ataupun secara tertulis pada kolom opini di surat kabar.

Permasalahan yang sering terjadi adalah persepsi “pesanan” untuk para pihak-pihak yang menjadi third party endorsement tersebut. Bukan karena kita meminta, lantas kita dapat secara membabi buta meminta para third party endorsement itu untuk menyampaikan pesan yang sesuai maunya perusahaan kita atau katakanlah “disetir” oleh kebutuhan komunikasi yang kita inginkan. Tentu saja kita harus menghargai dan menghormati serta menjaga kredibilitas dari third party endorsement kita. Prinsipnya adalah kita tidak boleh mengganggu kode etik profesi atau etika yang berlaku yang mengikat dari pihak yang kita gunakan sebagai third party endorsement tersebut.

Dalam memilih pihak ketiga atau para pakar yang akan menjadi third party endorsement ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama tentu saja adalah aspek keahlian yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi kita, memiliki kecenderungan untuk pro terhadap perusahaan, kredibilitas dari para pakar dalam artian terjaga reputasinya dengan baik, tidak ada skandal atau permasalahan hukum yang dapat mengganggu kredibilitas pesan yang disampaikan dan tentunya berdampak bagi pencitraan perusahaan.

Hingga saat ini, sepertinya belum ada yang melakukan pengukuran dari efektivitas penggunaan third party endorsement dalam membangun kredibilitas pesan komunikasi yang kita sampaikan. Namun sebagai salah satu bentuk komunikasi, langkah menggunakan third party endorsement tetap dapat menjadi salah satu alternative metode komunikasi yang digunakan.

Referensi Bacaan Lainnya Mengenai Third Party Endorsement

Pentingnya Peran Third Party Endorsement Dalam Mendukung Tujuan Komunikasi

Colek Saya di @RojiHasan dan Fakhrurroji Hasan

16 thoughts on “Third Party Endorsement Untuk Membentuk Opini Yang Kredibel

  1. Saya setuju sekali, Bang… kebetulan aku juga Mahasiswa Prodi PR. Baca tulisannya Bang Roji jadi keinget sama bukunya Silih Agung Wasesa. Third Party Endorsement cukup efektif dalam membentuk opini karena tingkat kredibilitasnya itu. Apa lagi dalam situas-situasi krisis.

    Trims tulisannya, Bang… keren (y)

    Like

    1. Terimakasih kembali Mas Harry Azhari untuk komentarnya. Betul sekali kalau metode third party endorsement bisa menjadi efektif untuk membangun persepsi yang positif. Namun juga perlu diperhatikan dari sisi kenetralan dari pakar yang menjadi third party endorsementnya. Terlalu memihak juga akan menimbulkan kesan “dibayar” untuk mengeluarkan pendapatkan yang menguntungkan pihak tertentu.

      Liked by 1 person

      1. Jadi kita (pihak manajemen) sebaiknya tidak menerapkannya secara berlebihan, ya ? Untuk menciptakan sisi kenetralan itu seperti apa ya, bang ?

        Like

      2. Hanya pada saat-saat tertentu dibutuhkan. Misalnya pada isu-isu yang sensitif dan banyak benturan kepentingan, dan juga pada saat adanya krisis komunikasi. Menciptakan sisi kenetralannya bisa dilakukan dengan pemilihan tokoh atau pakar yang mengeluarkan opini yang netral dalam arti cenderung menguntungkan kebutuhan komunikasi kita. Pemilihan tokoh jangan yang punya afiliasi atau kedekatan dengan kita.

        Liked by 1 person

    1. Sangat bisa. Bahkan sangat sering dilakukan. Utamanya menggunakan opini pakar untuk mengubah kebijakan pemerintah yg memiliki keterkaitan dengan perusahaan. Prinsipnya menggunakan orang lain untuk menyampaikan pesan perusahaan.

      Liked by 1 person

      1. Seperti kasus “Regulasi Larangan PNS Rapat di Hotel” itu ya, Bang ? Bagaimana PHRI menjadi sosok representasi bagi Hotel2 yang ada di hampir seluruh Indonesia. Akhirnya pemrintah bisa luluh juga hatinya.

        Apakah kasus itu termasuk atau berkaitan dengan “Third Party Endorsement ini, Bang ?

        Like

      2. kalau di lihat dari kepentingannya, maka PHRI tidak bisa dikatakan sebagai third party endorsement. Karena PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) merupakan sebuah komunitas dari pihak yang membutuhkan opini yang positif. Bila yang mengutarakan misalnya pakar perekonomian daerah yang menyatakan bahwa kebijakan regulasi larangan PNS rapat di hotel akan memberikan pengaruh yang negatif pada pariwisata dan pendapatan hotel-hotel di daerah-daerah, itu baru bisa disebut sebagai third party endorsement.

        Liked by 1 person

      3. Wah, berarti saya sedikit keliru. Berarti bisa dikatakan PHRI masih berada di posisi dalam, ya ? Terimakasih atas pencerahannya, Bang…

        Tapi, kalo menurut Bang Roji sendiri, Komunikasi yang dilakukan PHRI cukup menimbulkan efek tidak ?

        Like

      4. PHRI memang posisinya diluar. Sebagai komunitas, namun karenanya posisinya punya kepentingan bagi para anggotanya yakni hotel-hotel, pendapat dari PHRI maka akan bias jadinya. Dalam pandangan saya, yang menimbulkan perubahan kebijakan soal larangan rapat di hotel bisa banyak sebabnya. Bisa jadi ada kritik dari masyarakat, dari para pelaku usaha ataupun bisa jadi juga dari para PNS. jadi tidak diketahui seberapa persis besarnya efek dari upaya komunikasi yang dilakukan oleh PHRI.

        Liked by 1 person

      5. Saya mengerti sekarang, Bang…
        Terimkasih atas penjelasannya, Bang…
        Maaf kalo agak sedikit kebanyakan nanya, hehehe

        Like

      6. Sama2 mas harry… most welcome mas… sama2 kita belajar. Saya kebetulan dulu juga kuliah di bidang studi komunikasi. Saling memperkaya wawasan… saya selalu terbuka untuk sharing dan diskusi…

        Liked by 1 person

  2. Menarik sekali Mas bidang kerjanya njenengan. Fenomena ini juga sepertinya merambah ke blogger yang dijadikan endorser ya Mas untuk beberapa produk/brand karena kedekatan blogger dengan pembacanya.

    Like

    1. Terimakasih Mas Dani. Betul sekali, sudah makin banyak blogger yang dijadikan sebagai endorser untuk sejumlah brand. Banyak juga traveler bloggerdan blogger kuliner yang menjadi endorser. Sebenarnya di akui atau tidak oleh dunia korporasi, sebenarnya peran blogger banyak membantu. Peranan blogger sudah semakin diakui, meskipun memang belum banyak.

      Liked by 1 person

Leave a comment